Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Islam: Antara Kuburan, Tugu dan Jiwa yang Hidup

 



Moeflich Hasbullah, dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung


DAMAIKU.ID - Banyak sejarawan, ahli, pengamat, akademisi, penghayat, peminat dan aktivis sejarah Islam, saya lihat, hanya asyik tenggelam pada peristiwa masa silam an sich. Tak menghadirkan ruh sejarah sebagai spirit masa depan. 


Banyak aktivis, juga menghadirkan teknis peristiwa, mengenang sejarah Islam, tapi visualisasinya tertangkap kekiniannya. Walaupun hanya informasi tentang peristiwa masa lampau tapi ruh menghadirkan ibrah dan spiritnya terasa. Bisa jadi tak ada kata-kata pesannya tapi konteks dan visualisasinya ada. Sebagian lain, mungkin mayoritas tidak terasa. 


Sejarah teknis masa silam ini, bagi saya kurang menarik atau tak menarik karena relatif sulit menghubungkan ke konteks kebutuhan sekarang dan masa depan. Kalau sejarah hanya berisi informasi masa silam yang sudah tenggelam dan terkubur dalam sejarah buat apa? Akibatnya, aktualisasinya tak hidup, disconnected.


Kalau yang kurang mampu menghadirkannya, dimaklumi, tapi "yang ingin tapi tak terasa" diperlukan pelatihan khusus bagaimana menghadirkan sejarah sebagai ibrah, spirit dan kontekstualisasi kekinian.


Tapi, menilai atau menentukan mana yang "menarik dan tak menarik," yang "tenggelam di masa silam" dan yang "terasa aktual," memang tidak mudah, butuh kepekaan. 


Disini emosi dan, kata Einstein, "imajinasi" sangat diperlukan sebagai adonan untuk menghidupkan pengetahuan agar sejarah tak menjadi kuburan yang dilupakan, minimal menjadi tugu yang dikenang, idealnya sebagai jiwa yang hidup. Wallahu a'lam.

Posting Komentar untuk "Sejarah Islam: Antara Kuburan, Tugu dan Jiwa yang Hidup "